Jakarta, GenZ.id – Dalam beberapa tahun terakhir, impian untuk memiliki rumah semakin sulit diwujudkan oleh Generasi Milenial dan Gen Z Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta.
Berdasarkan data BPS 2020, dari total populasi DKI Jakarta sebanyak 10,41 juta jiwa, sekitar 27% di antaranya adalah Generasi Milenial dan 25,7% merupakan Generasi Z atau Gen Z.
Sayangnya, berbagai tantangan seperti kenaikan harga properti, meningkatnya biaya hidup, serta kebiasaan konsumtif membuat kepemilikan rumah semakin jauh dari jangkauan mereka.
Berikut adalah beberapa faktor utama yang membuat Gen Z Indonesia ini kesulitan dalam membeli rumah:
Kenaikan Harga Properti Tidak Seimbang dengan Pendapatan
Harga rumah terus mengalami peningkatan setiap tahun, sementara pertumbuhan pendapatan cenderung stagnan. Data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa harga properti di kota-kota besar meningkat sekitar 8-10% per tahun, sementara kenaikan gaji rata-rata hanya 3-5% per tahun.
Berdasarkan Rumah.com Indonesia Property Market Index, harga rumah dalam tiga tahun terakhir naik sekitar 10%. Walaupun sempat mengalami perlambatan akibat pandemi, tren kenaikan kembali berlanjut sejak 2022.
Perbedaan ini menciptakan kesenjangan yang besar antara harga rumah dan daya beli Generasi Milenial serta Gen Z Indonesia, membuat mereka kesulitan mengumpulkan uang muka maupun melunasi cicilan rumah dalam jangka panjang.
Biaya Hidup yang Tinggi
Tingginya biaya hidup juga menjadi hambatan besar dalam kepemilikan rumah. Laporan dari BPS mencatat bahwa pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar seperti makanan, transportasi, kesehatan, dan pendidikan meningkat hingga 20% dalam dekade terakhir.
Hal ini menyulitkan generasi muda untuk menabung demi membeli rumah.
Di sisi lain, gaya hidup urban yang dipengaruhi tren media sosial juga berkontribusi terhadap meningkatnya pengeluaran. Banyak Milenial dan Gen Z terdorong untuk mengikuti tren konsumtif, mulai dari belanja barang mewah, teknologi, hingga gaya hidup serba instan yang berkontribusi terhadap kurangnya tabungan untuk kepemilikan properti.
Beban Utang dan Pinjaman Konsumtif
Mudahnya akses ke pinjaman online dan layanan paylater semakin mempermudah Milenial dan Gen Z dalam berutang. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), layanan fintech mempermudah masyarakat dalam mengajukan pinjaman tanpa prosedur yang rumit.
Sayangnya, kemudahan ini sering kali tidak dibarengi dengan literasi keuangan yang baik, sehingga banyak yang terjebak dalam utang konsumtif.
Akibatnya, rasio utang terhadap pendapatan yang tinggi membuat mereka kesulitan mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), karena bank mempertimbangkan stabilitas finansial sebagai faktor utama dalam pemberian kredit.
Tren Gaya Hidup dan Prioritas yang Berbeda
Generasi Milenial dan Gen Z cenderung mengutamakan pengalaman dibandingkan kepemilikan aset. Survei Deloitte menunjukkan bahwa 60% dari mereka lebih memilih menyewa hunian daripada membeli rumah, dengan alasan fleksibilitas dalam karier dan tempat tinggal.
Selain itu, gaya hidup digital dan mobilitas tinggi membuat mereka lebih memilih menghabiskan uang untuk traveling, bekerja remote, atau menikmati hiburan dibandingkan berinvestasi pada properti. Faktor ini semakin memperbesar tantangan dalam kepemilikan rumah di kalangan generasi muda.
Persyaratan KPR yang Semakin Ketat
Bank dan lembaga keuangan kini menerapkan persyaratan lebih ketat dalam pemberian KPR. Selain uang muka yang besar, mereka juga mempertimbangkan stabilitas pekerjaan serta histori keuangan calon peminjam.
Bagi mereka yang bekerja sebagai freelancer atau dalam industri gig economy, mendapatkan persetujuan KPR menjadi lebih sulit. Menurut OJK, hanya 35% pekerja lepas yang berhasil mendapatkan KPR, dibandingkan dengan 70% pekerja tetap.
Meskipun demikian, KPR tetap menjadi opsi yang paling memungkinkan bagi generasi muda untuk memiliki rumah.
Apa Solusi Agar Anak Muda Bisa Memiliki Rumah?
Meski menghadapi berbagai tantangan, bukan berarti Milenial dan Gen Z tidak bisa memiliki rumah. Berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan seperti dilansir Synthesis Development:
- Menabung secara Disiplin
Menggunakan metode 50/30/20 (50% kebutuhan, 30% keinginan, 20% tabungan/investasi) untuk mengatur keuangan. Selain itu, mencari penghasilan tambahan dapat membantu mempercepat target tabungan untuk membeli rumah. - Memanfaatkan Skema Subsidi Perumahan
Program seperti FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dan rumah DP 0% dari pemerintah dapat menjadi solusi bagi mereka yang ingin memiliki rumah dengan biaya lebih ringan. Manfaatkan juga kebijakan Free PPN untuk menghemat anggaran pembelian properti. - Mencari Alternatif Hunian
Rumah subsidi, apartemen mikro, atau rumah second-hand bisa menjadi pilihan yang lebih terjangkau dibandingkan rumah baru di pusat kota. - Berinvestasi untuk Menambah Dana
Mengalokasikan dana dalam bentuk deposito, saham, atau reksadana dapat membantu meningkatkan pemasukan dan mengumpulkan dana untuk DP rumah lebih cepat. - Memanfaatkan Fintech dan Crowdfunding Properti
Beberapa platform fintech dan crowdfunding properti memungkinkan pembelian rumah secara bertahap atau dengan sistem patungan, membuat kepemilikan rumah menjadi lebih mudah diakses.
Dengan strategi finansial yang tepat serta dukungan dari kebijakan pemerintah dan industri properti, kepemilikan rumah tetap menjadi target yang dapat dicapai oleh Generasi Milenial dan Gen Z. Namun, perencanaan matang dan disiplin keuangan sangat diperlukan untuk mewujudkan impian tersebut.