Jakarta, Genz.ID – Pemerintah baru aja ngeluncurin Danantara atau Daya Anagata Nusantara, yang digadang-gadang bakal jadi superholding BUMN dengan total aset gila-gilaan, Rp14.000 triliun!
Tujuannya? Biar aset negara nggak cuma numpang lewat, tapi beneran bisa dikelola lebih efisien dan ngeboost ekonomi Indonesia.
Bayangin aja nih, beberapa raksasa BUMN kayak perbankan, energi, telekomunikasi, sampai tambang bakal disatuin di bawah satu atap. Jadi, idealnya sih, duit negara bisa makin muter dengan baik dan makin cuan. Tapi pertanyaannya, bakal lancar atau malah makin bikin birokrasi ribet?
Danantara Itu Apaan Sih?
Oke, gampangnya, Danantara ini kayak versi Indonesia dari Temasek Holdings (Singapura) atau Khazanah Nasional (Malaysia). Artinya, ini semacam ‘manajer investasi’ yang bakal ngatur duit dan aset BUMN biar makin produktif.
Menteri BUMN Erick Thohir ngeklaim kalau langkah ini bakal bikin Indonesia lebih kompetitif di level global. “Kita mau pastiin aset negara yang gede ini dikelola lebih profesional dan bisa kasih dampak nyata buat rakyat,” kata Erick, Senin (24/2).
Tapi, yang namanya mega proyek pasti ada pro kontra. Ada yang optimis ini langkah brilian, ada juga yang takut malah jadi bumerang.
Siapa Aja yang Bakal Masuk?
Danantara bakal jadi ‘payung’ buat beberapa BUMN raksasa, di antaranya:
- Bank Mandiri
- BRI
- BNI
- Pertamina
- PLN
- Telkom Indonesia
- MIND ID
Biar nggak keliatan main-main, pemerintah tunjuk Rosan Roeslani sebagai Direktur Utama dan Pandu Sjahrir buat urusin investasi. Targetnya, BUMN ini bukan cuma numpang eksis, tapi bisa lebih agresif ngejar untung.
Alasan Danantara Dibikin?
Alasan utamanya sih biar BUMN nggak cuma sekadar nama, tapi:
- Efisiensi maksimal, nggak ada lagi aset yang nganggur atau mubazir.
- Keuntungan makin gede, dividen buat negara bisa lebih jos.
- Investasi lebih terarah, duit negara bisa kerja lebih optimal.
Tapi, yang bikin waswas, ini bisa jadi pedang bermata dua. Kalau salah kelola, bisa aja malah bikin masalah baru.
Meski terdengar keren, banyak yang skeptis sama proyek ini. Pengamat ekonomi dari INDEF, Tauhid Ahmad, kasih warning:
“Ngatur aset Rp14.000 triliun itu nggak main-main. Kalau nggak ada sistem pengawasan yang bener, rawan banget buat disalahgunakan,” katanya, dikutip dari CNBC Indonesia.
Selain itu, ada kekhawatiran kalau penggabungan aset BUMN malah bikin birokrasi makin berbelit, alias lebih ribet dari yang ada sekarang.
Pada dasarnya kita harus harus optimis Danantara ini bawa Indonesia ke level baru di dunia investasi global. Tapi, eksekusinya bakal jadi kunci utama—apakah beneran bikin aset negara lebih produktif atau malah jadi beban baru?
Yang jelas, kalau ini gagal, risikonya gede banget. Kita tunggu aja kabar selanjutnya!