Jakarta, GenZ.id – Belakangan ini, istilah Brain Rot makin sering terdengar di kalangan Gen Z. Fenomena ini menggambarkan bagaimana konsumsi berlebihan terhadap konten digital bisa menyebabkan penurunan kemampuan kognitif. Apakah hal ini terjadi pada Gen Z Indonesia?
Walaupun bukan istilah medis resmi, Brain Rot digunakan sebagai metafora untuk menjelaskan efek buruk dari kebiasaan scrolling tanpa henti di media sosial.
Di era serba digital ini, platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube memanfaatkan algoritma canggih untuk menarik perhatian pengguna. Akibatnya, banyak orang, terutama anak muda, yang terjebak dalam siklus konsumsi konten yang tiada habisnya.
Kenapa Kita Bisa Kecanduan Digital?
Menurut Masoud Kianpour, seorang peneliti dari Toronto Metropolitan University, kecanduan internet dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti belanja online, bermain game, judi digital, hingga konsumsi konten dewasa.
Fenomena ini semakin memburuk sejak pandemi COVID-19 yang membuat masyarakat lebih bergantung pada teknologi.
“Media sosial awalnya disambut sebagai alat untuk memberdayakan individu dan menghubungkan komunitas. Namun, sekarang justru menjadi ladang bagi misinformasi dan ekstremisme,” ujar Masoud, dikutip dari The Conversation.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa penyebaran berita palsu dan terbentuknya echo chamber di media sosial memperparah perpecahan antar kelompok. Hal ini membuat platform digital tak hanya menjadi sumber hiburan, tapi juga pemicu konflik sosial.
Fakta Mengerikan Tentang Penggunaan Media Sosial
Di Amerika Serikat, anak muda rata-rata menghabiskan lebih dari 5 jam sehari di depan layar dan menerima sekitar 237 notifikasi—atau satu notifikasi setiap 4 menit.
Sementara itu, menurut survei We Are Social 2024, masyarakat Indonesia mengakses internet selama 7 jam 38 menit per hari, dengan 58,9% di antaranya hanya untuk mengisi waktu luang.
Fenomena doom scrolling—kebiasaan menjelajah konten tanpa henti—menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan. Pola ini membuat generasi muda semakin terikat dengan arus informasi yang terus mengalir tanpa henti.
Dampak Brain Rot Terhadap Kesehatan Otak
Kementerian Kesehatan RI juga menyoroti bahaya penggunaan media sosial yang berlebihan. Melalui unggahan Instagram resminya, Kemenkes mempertanyakan, “Apakah terlalu lama scrolling di media sosial bisa benar-benar membuat otak membusuk?”
Meskipun otak tidak benar-benar “membusuk,” dampak negatif dari konsumsi digital berlebihan nyata adanya. Kebiasaan ini bisa menyebabkan kesulitan fokus, kecemasan, dan berkurangnya kemampuan berpikir kritis.
Brain Rot: Oxford Word of The Year 2024
Istilah Brain Rot menjadi populer pada tahun 2024 dan bahkan terpilih sebagai Oxford Word of The Year. Para ahli bahasa dari Oxford University Press mencatat bahwa penggunaan istilah ini meningkat 230% antara tahun 2023 dan 2024.
Presiden Oxford Languages, Casper Grathwohl, mengatakan bahwa istilah ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap dampak buruk media sosial. Uniknya, justru Gen Z dan Gen Alpha—yang paling aktif di dunia digital—yang sering menggunakan istilah ini untuk menyindir kebiasaan mereka sendiri.
Haruskah Kita Khawatir?
Dengan makin masifnya konsumsi konten digital, penting bagi kita untuk lebih sadar dalam menggunakan media sosial. Mengurangi screen time, mengambil jeda dari internet, dan mengonsumsi konten yang lebih berkualitas bisa menjadi langkah sederhana untuk mencegah Brain Rot.
Jadi, apakah kamu sudah siap untuk lebih bijak dalam berinternet?