Jakarta, GenZ.id – Badan Pangan Nasional (NFA) menilai bahwa mengatasi inflasi pangan tidak cukup hanya dengan operasi pasar atau intervensi jangka pendek. Strategi jangka panjang seperti mengubah pola konsumsi masyarakat dinilai lebih berkelanjutan dan mampu menahan gejolak harga secara sistemik.
Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan pasar diguyur. Masyarakat harus punya akses dan preferensi terhadap pangan yang beragam dan terjangkau,” tegas Andriko.
Diversifikasi Jadi Kunci Stabilitas Pangan
Andriko menekankan pentingnya penguatan konsumsi pangan lokal untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas tertentu yang rentan fluktuasi harga. Langkah ini juga sejalan dengan Instruksi Mendagri No. 1 Tahun 2025, yang mendorong para kepala daerah untuk memperkuat ketahanan pangan daerah lewat diversifikasi konsumsi dan produksi pangan lokal.
Konsumsi Beras Tinggi, Umbi-umbian Masih Tertinggal
Data dari BPS menunjukkan bahwa konsumsi beras masyarakat Indonesia masih sangat tinggi—sekitar 90,6 kg per kapita per tahun—jauh di atas Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan. Di sisi lain, konsumsi umbi-umbian yang sebenarnya kaya karbohidrat dan bergizi justru masih minim, hanya 3,26 kg per kapita menurut Susenas 2022.
“Kondisi ini menunjukkan bahwa pilihan pangan masyarakat masih sangat sempit. Padahal, kita punya potensi besar di pangan lokal seperti jagung, sagu, sorgum, dan talas,” ujar Andriko.
Program Desa B2SA: Aksi Nyata Ubah Pola Konsumsi
Untuk mendukung pergeseran pola konsumsi, NFA meluncurkan Program Desa B2SA (Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman) yang menyasar rumah tangga di desa. Tahun ini, program tersebut sudah menyentuh 800 titik di seluruh Indonesia.
Program ini hadir lewat pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan agar masyarakat bisa mengolah bahan pangan sesuai potensi lokal. “Kita tidak bicara pengganti beras, tapi penyanding beras. Ada banyak sumber karbohidrat dan gizi yang bisa dimaksimalkan,” tutur Andriko.
Kampanye Lokal dan Digital, Kolaborasi Jadi Penguat
NFA juga menggandeng berbagai pihak, mulai dari TP PKK, pemerintah daerah, UMKM, hingga kampus-kampus, untuk memperkuat kampanye pangan lokal. Sosialisasi dilakukan baik secara offline maupun online melalui media sosial agar lebih menyentuh generasi muda.
“Diversifikasi konsumsi harus berjalan seiring dengan diversifikasi produksi. Tidak bisa hanya mengubah selera, tapi juga memastikan pasokannya ada,” jelas Andriko.
Bukan Sekadar Strategi Ekonomi, Tapi Budaya Baru Konsumsi
Andriko menekankan bahwa keberhasilan menekan inflasi secara berkelanjutan sangat tergantung pada perubahan pola konsumsi masyarakat. “Kalau hanya mengandalkan intervensi pasar, inflasi akan terus berulang. Tapi kalau pola konsumsi masyarakat berubah, ketahanan pangan kita akan jauh lebih kokoh,” tegasnya.
Dukungan Penuh dari Kepala NFA
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, menyampaikan bahwa diversifikasi pangan tidak kalah penting dibandingkan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam membangun kemandirian dan kedaulatan pangan nasional.
“Jadi selain intensifikasi dan ekstensifikasi, diversifikasi pangan juga harus terus didorong oleh semua pihak dalam kerangka mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan, yang berbasis pada kemandirian dan kedaulatan pangan,” ujar Arief.